Kamis, 28 Januari 2010

Merevitalisasi Pasar Tradisional

Mau, tidak mau dan suka, tidak suka Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) telah ditandatangani. Jika kita menyikapinya dengan alasan ke-tidaksiap-an, maka sampai kapanpun tidak akan pernah siap, lha wong .......... secara teknologi, mutu produksi, harga dan pasar kita tertinggal. Jadi apapun bentuknya menurut saya Perdagangan Bebas memang harus kita hadapi. Bagaimana caranya...?

ELASTISITAS SAUDAGAR
Nah, dalam setiap bisnis atau usaha, ujung tombak utamanya adalah pemasaran, dan tempat ideal untuk pemasaran adalah pasar. Saat ini di tengah gempuran ritel dan pasar modern dengan modal yang besar dan kuat banyak pihak khawatir dengan keberadaan pasar tradisional. Ada banyak ulasan mengenai keberadaan pasar tradisional. Tapi tahukah anda bahwa pasar tradisional pun sebenarnya memiliki elastisitasnya sendiri, ada seleksi alam di sana. Kita memang perlu melindungi pasar tradisional, tetapi tidak dengan membabi buta. Gesekan perdagangan itu sedikit banyak akan mengubah kultur berniaga para pedagang yang ada di pasar. Satu hal yang paling sering dilakukan para pedagang kecil adalah keengganan mereka untuk me-recording transaksi atau membuat pembukuan. Hal sepele yang berdampak besar, karena dengan dasar itulah kita bisa membuat keputusan lebih cepat dan lebih akurat.
Ini sama sebenarnya dengan ketidaksiapan kita dahulu menghadapi globalisasi sehingga muncul istilah "gaptek", toh hingga kini banyak pengusaha kita yang mulai memanfaatkan kelebihan teknologi ini baik untuk produksi, finansial maupun pemasaran.

MODIFIKASI PASAR TRADISIONAL
Berikutnya untuk memberi nilai lebih pada pasar tradisional adalah dengan memodifikasi ataupun mem-format pasar tradisional menjadi pasar khusus yang khas dan spesifik. Misalnya dengan mengubah pasar tertentu menjadi pasar khusus buah-buahan, pasar khusus sayuran, pasar khusus barang elektronik dan format-format lain sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam kawasan tersebut.

Rabu, 20 Januari 2010

Silsilah Sapi Bali

Kamis, 21 Januari 2010
By Dedy Nawaites
sapi bali di malaysiaJenis ini dinamakan sebagai  “Sapi Bali” karena memang di propinsi inilah penyebaran utama sapi jenis ini.  Sapi Bali (Bos sondaicus) adalah merupakan salah satu bangsa sapi asli dan murni Indonesia, yang merupakan keturunan asli banteng (Bibos banteng) dan telah mengalami proses domestikasi yang terjadi sebelum 3.500 SM di wilayah Pulau Jawa, Bali dan Lombok. Hal ini diperkuat dengan kenyataan  bahwa sampai saat ini masih dijumpai banteng yang hidup liar di beberapa lokasi di Pulau Jawa, seperti di Ujung Kulon serta Pulau Bali yang  menjadi pusat gen sapi Bali.
Sapi Bali dikenal juga dengan nama Balinese cow yang kadang-kadang disebut juga dengan nama Bibos javanicus, meskipun sapi Bali bukan satu subgenus dengan bangsa sapi Bos taurus atau Bos indicus. Berdasarkan hubungan silsilah famili Bovidae, kedudukan sapi Bali diklasifikasikan ke dalam subgenus Bibovine tetapi masih termasuk genus bos.
bantengDari Pulau Bali yang dipandang sebagai pusat perkembangan sekaligus pusat bibit, sapi Bali menyebar dan berkembang hampir ke seluruh pelosok nusantara. Penyebaran sapi Bali di luar Pulau Bali yaitu ke Sulawesi Selatan pada tahun 1920 dan 1927, ke Lombok, Sumbawa dan NTB pada umumnya sekitar abad ke-19, ke Pulau Timor pada tahun 1912 dan 1920. Selanjutnya sapi Bali berkembang sampai ke Malaysia, Philipina dan Ausatralia bagian Utara. Sapi Bali juga pernah diintroduksi ke Australia antara 1827-1849.
Dengan data-data seperti tersebut diatas, Sapi Bali seharusnya merupakan plasma nutfah asli Indonesia yang harus dilestarikan agar tidak punah. Oleh sebab itu kemurnian genetikanya telah dilindungi dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2004 dan Perda No 2/2003 yang melarang bibit sapi bali betina keluar dari wilayah provinsi ini.
patung sapi bali dalam upacara ngabenDilihat dari sejarahnya, Sapi merupakan hewan ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat petani di Bali. Sapi Bali sudah dipelihara secara turun menurun oleh masyarakat petani Bali sejak zaman dahulu. Petani memeliharanya untuk membajak sawah dan tegalan, serta menghasilkan pupuk kandang yang berguna untuk mengembalikan kesuburan tanah pertanian.
Dalam perayaan agama Hindu, sapi dipakai dalam upacara “butha yadnya” sebagai caru, yaitu hewan korban yang mengandung makna pembersihan. Selain itu, Sapi Bali juga dipakai dalam pariwisata upacara keagamaan seperti acara ”gerumbungan” atau lomba adu sapi di buleleng dan upacara ”Pitra Yadnya” atau sarana pengantar roh ke surga khususnya sapi Bali yang berwarna putih.
Secara fisik, sapi Bali mudah dikenali karena mempunyai ciri-ciri  sebagai berikut :
  • Warna bulunya pada badannya akan berubah sesuai usia dan jenis kelaminnya, sehingga termasuk hewan dimoprhism-sex. Pada saat masih “pedet”, bulu badannya berwarna sawo matang sampai kemerahan, setelah dewasa Sapi Bali jantan berwarna lebih gelap bila dibandingkan dengan sapi Bali betina. Warna bulu sapi Bali jantan biasanya berubah dari merah bata menjadi coklat tua atau hitam setelah sapi itu mencapai dewasa kelamin sejak umur 1,5 tahun dan menjadi hitam mulus pada umur 3 tahun. Warna hitam dapat berubah menjadi coklat tua atau merah bata apabila sapi itu dikebiri, yang disebabkan pengaruh hormon testosterone
  • Kaki di bawah persendian karpal dan tarsal berwarna putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantatnya dan pada paha bagian dalam kulit berwarna putih tersebut berbentuk oval (white mirror). Warna bulu putih juga dijumpai pada bibir atas/bawah, ujung ekor dan tepi daun telinga. Kadang-kadang bulu putih terdapat di antara bulu yang coklat (merupakan bintik-bintik putih) yang merupakan kekecualian atau penyimpangan ditemukan sekitar kurang dari 1% . Bulu sapi Bali dapat dikatakan bagus (halus) pendek-pendek dan mengkilap.
  • Ukuran badan berukuran sedang dan bentuk badan memanjang.
  • Kepala agak pendek dengan dahi datar
  • Badan padat dengan dada yang dalam.
  • Tidak berpunuk dan seolah tidak bergelambir
  • Kakinya ramping, agak pendek menyerupai kaki kerbau.
  • Pada punggungnya selalu ditemukan bulu hitam membentuk garis (garis belut) memanjang dari gumba hingga pangkal ekor.
  • Cermin hidung, kuku dan bulu ujung ekornya berwarna hitam
  • Tanduk pada sapi jantan tumbuh agak ke bagian luar kepala, sebaliknya untuk jenis sapi betina tumbuh ke bagian dalam.
pedet sapi baliSapi Bali termasuk jenis yang disukai oleh para peternak karena dwiguna, bisa sebagai sapi pekerja juga sapi pedaging, serta mempunyai banyak keunggulan seperti :
  • Subur (cepat berkembang biak/ fertilitas tinggi)
  • Mudah beradaptasi dengan lingkungannya,
  • Dapat hidup di lahan kritis.
  • Mempunyai daya cerna yang baik terhadap pakan.
  • Persentase karkas yang tinggi.
  • Harga yang stabil dan bahkan setiap tahunnya cenderung meningkat.
  • Khusus sapi bali Nusa Penida, selain bebas empat macam penyakit, yaitu jembrana, penyakit mulut dan kuku, antraks, serta MCF (Malignant Catarrhal Fever). Sapi Nusa Penida juga dapat menghasilkan vaksin penyakit jembrana.
  • Kandungan lemak karkas rendah.
  • Keempukan daging tidak kalah dengan daging impor.
Dari berbagai kelebihan tersebut, Sapi Bali juga memiliki  kelemahan walaupun hanya sedikit,  diantaranya :
  • Dapat terserang virus Jembrana yang menyebar melalui media “lalat”.
  • Rentan terhadap Malignant Catarrhal Fever ,jika berdekatan dengan domba.
Sumber :
  • balivetman.wordpress.com
  • kompas.com
  • suharjawanasuria.tripod.com
  • sinartani.com
  • unhas.ac.id
  • duniasapi.com